Mr. Chocolate
Terik panas matahari menyinari
pada hari sabtu siang. Bel pulang sekolah pun berdering nyaring. Bel pulang
sekolah yang sangat ditunggu-tunggu siswa-siswi di SMA N 2 Binjai. Banyak yang
berhamburan pulang ke rumah masing-masing. Kebanyakan dari mereka mempersiapkan
kencan minggu-an di malam minggu yang sepertinya menjadi malam indah tanpa
rintik hujan.
Sebut seorang anak laki-laki,
bertubuh tinggi 165 cm berkulit coklat. Dengan berat yang tak sepadan dengan
tinggi badan . Hanya 48 kg. Whatt ?? Ringan banget ini bocah. Bertahi
lalat di wajah bagian pipi kiri. Berambut iklan shampoo dengan satu
sibakan ke kanan. Panggilannya Choki, dengan nama asli Ahmad Cokroaminoto (tua banget
namanya). Kenapa sih dipanggil Choki? Itu gara-gara hobinya makan coklat
melulu. Setiap jalan-jalan, wajib itu ada coklat di sakunya. Paling tidak
permen coklat aja udah cukup. Gimana nanti kalo perusahaan coklat di Indonesia
tutup ya?
Siang itu, Choki seperti biasanya,
sok sibuk dengan sedikit kerjaan. Itu hebatnya Choki, hal sekecil apapun bisa
dibuatnya sibuk gak karuan. “Bro, kemana pulang sekolah ini?” tanya Choki pada
sohibnya Rio.
“Aku? Kau nanyak aku? Aturan aku
yg nanyak kau. Aku sih ikut kau aja. Suntuk dirumah aku.” jawab Rio. Mereka
ini, udah gak bisa dipisahin lagi. Udah kayak saudara kandung seibu.
Padahal gak satu ibu.
“Aku ya biasa, sibuk ngurusin komunitas
kita itu. Bantuin lah.” kata Choki
“Oke oke. Siap bos.” jawab Rio
“Eh, masbro. Kau gak malam
mingguan?” tanya Choki.
“Mau malam mingguan sama siapa aku?
Sama nenekku? Masa’ kau lupa aku itu jomblo sama kayak kau.” jawab Rio.
“Oh iya. Lupa aku. Tapi aku bukannya
jomblo. Ada. Cuman belum jadi.” jawab Choki
“Kak choki …” ada suara sesosok
perempuan. Memanggil Choki.
Choki menoleh ke belakang, ternyata
itu adik kelasnya, Anggi. “Ada apa dek
?” tanya Choki.
“Kakak lagi sibuk gak ? aku butuh
bantuan kakak nih.”
“Enggak terlalu sih nggik, emangnya
kenapa ?”
“Bantuin aku ngerjain PR matematika
kak .” jawab Anggi dengan manja
“ Ohh itu, oke oke. Kapan mau kita
kerjain ?”
“Sekarang kak. Soalnya besok mau
dikumpul.”
“Yaudah. Eh, masbro, sorry ya. Gue
tinggal dulu. Kalo ente mau pulang, duluan ajalah .” kata Choki pada Rio.
“Yowes lah bro. gua cabut duluan
yaa.” Rio pergi meninggalkan Choki dan pulang kerumah.
Setelah 10 soal kemudian…
“Thanks ya kak choki. Gak tau deh
mau balesnya gimana.” jawab Anggi
“Iya sama sama. Udah nggik, gak usah
repot repot. Kakak ikhlas kok.” jawab Choki
“Hahaha yaudah deh kak. Aku ada
coklat nih buat kakak. Sebagai tanda terimakasih aku.” Anggi memberikan coklat
pada Choki.
“Wuuuaaaahhh.. ini coklat, pasti
enak banget… Eh, anggi kok tau kakak suka coklat?”
“Nebak aja. Nama kakak kan Choki.
Yaudah deh aku duluan ya kak. Sekali lagi makasaih yaa.” Anggi pun pulang
meninggalkan Choki.
“Wahh, oke banget nih. Bantuin orang
lain dapet coklat. Hahaha, ikhlas..” Choki nyengir-nyengir gak jelas
sendiri karena sangking senangnya dapet coklat secara cuma-cuma. Setelah
satu batang coklat kemudian, Choki pun pulang kerumah dengan kereta model
terbaru masa kininya.
****
Perjalanan yang penuh debu pun telah
dilewati choki dengan keretanya. Hingga akhirnya sampailah ia dirumah. Jarak
antara sekolah dengan rumahnya cukuplah jauh. Dan harus pula melewati pusat
kota dengan keramaian setiap hari yang juga berdebu. Sampai-sampai dia harus
mencuci wajahnya setelah pulang sekolah. Inilah Binjai. Ramai akan kendaraan
bermotor. Asap hitam legam yang keluar dari knalpot truk merusak oksigen yang
akan dihirup manusia. Jadi, asap kendaraan itu dari manusia untuk manusia.
Hebat!
“Assalamu’alaikum. Ma, Choki pulang.”
Choki sampai di rumah dan mengucapkan salam seraya sungkem - an sama
ibunya.
“Wa’alaikumsalam. Cho…” ucapan
ibunya terpotong.
“ Ma, choki keatas dulu ya. Mau
nulis lagi.” ujar Choki.
“Huh, bukannya cerita dulu sama
mama, malah langsung nyentuh notes.” sindir mamanya Choki.
Nulis? Gak biasanya kan
cowok nulis. Eh, ini nulis, yang ditulis diary (ha?). Zaman gini cowok nulis
diary dianggap kayak cewek. Padahal, menurutnya, dengan menulis diary, dia bisa
melatih kemampuan menulisnya. Eits, gak hanya itu. Karya Choki sering
masuk ke salah satu majalah remaja di Medan. Yah, itu sih ditulis dari
apa yang dilihatnya setiap hari. Berguna kan? Tapi tetap aja orang menganggap
bahwa yang menulis diary hanyalah untuk cewek.
“Dear Diary, hari ini sepertinya
Farah kelihatan sangat istimewa di mataku. Dia manis, lucu, agak manja dan
nyambung denganku…” hal-hal yang ditulis juga diucapkannya. Tapi, gak kuat-kuat
kali ngucapinnya. Cukup bersuara bagai mendesis (ular kali ya?). “Aku sudah
menyatakannya, mengungkapkan isi hatiku padanya. Namun, apa reaksinya aku tak
mengerti. Dia tertawa dan mengira aku hanya bercanda. Bagaimana menurutmu diaryku?”
kata akhir yang sempurna cukup menutup isi diarynya pada hari itu. Halaman 27.
Minggu, 26 Februari 2012
****
“TEEETTT!!!” bunyi bel sekolah
tanda masuk sudah berdering. Hari ini adalah hari Senin. Choki datang tepat
waktu. Selalu. Choki tak pernah terlambat walaupun rumahnya jauh dari sekolah.
Terkadang dia tampak heran bagi teman-temannya yang sering terlambat dan
terpaksa harus berbaris di depan kantor piket. “Rumah mereka kan lebih dekat.
Kenapa terlambat? Apa mereka harus mengurus anak serta istri mereka dirumah?”
ujarnya dalam hati. Geli sendiri dia melihat pemandangan barisan orang-orang
yang terlambat.
“Kak Choki. Sinilah dulu.” Farah
memanggilnya dari kejauhan. Agak sedikit panik.
“Iya. Ada apa Farah?” jawab Choki
sambil menghampiri Farah.
“Anu kak, Farah mau minta tolong
nih kak. Kakak bisa bantuin gak?”
“Mau ngapain emangnya far? Tanya
Choki pada Farah.
“Gini, hape Farah ketinggalan di
Mushalla. Tolong ambilin kak. Farah mau masuk kelas nih. Bisa ya kak?” Farah
memohon dengan agak sedikit memaksa.
“Yaudah. Ntar kakak ambil. Kakak
antar waktu istirahat ya.” jawab Choki.
“Makasih ya kak.” jawabnya dengan
manja. “Farah duluan ya kak.” Farah meninggalkan Choki dengan cepat. Tak sempat
unutuk membalas salam itu, Choki pun langsung menuju ke mushalla dan mengambil
hapenya Farah.
“Bahaya kali si Farah. Hape gini
mahal dibelikan ditinggal gitu aja. Gimana cobak kalo hilang. Apa kata
orangtuanya.” ucapnya dalam hati.
“Eh, hapenya farah bergetar nih.
Kayaknya ada sms.” Choki pun mengambil hape farah yang ada di saku celananya.
Entah karena setting apa, setelah bergetar 2 kali smsnya langsung terbuka.
Tertulis, “Abang sayang sama kamu Farah.” Sms itu membuat Choki agak down.
Apalagi ketika dilihat pengirimnya adalah seorang cowok yang tak lain tak bukan
kawan semasa SMP Choki. Sandi namanya “Apa mereka sudah jadian?” benak Choki.
Mulai terbayang wajah Farah saat itu sedang senang dan berjalan berdua
beriringan dengan kawannya itu. “Hancur sudah rasanya hati ini.” Begitu ucap
Choki setelah membaca sms itu.
****
Bel istirahat pun berbunyi. Seperti
yang sudah dikatakan Choki untuk mengantar hape Farah ke kelasnya. “Farah.”
Choki memanggil Farah dari kelasnya. Cukup masam muka Choki. Ada apa ya?
“Iya kak.” Farah pun menghampiri
Choki.
“Nih hapenya.” ucap Choki pada
Farah sekaligus memberi hape Farah. Cukup ketus choki berbicara pada Farah.
Dengan wajah yang kaku, Choki memandang begitu saja mata Farah. Mata mereka
seakan saling berkomunikasi. Mata Choki yang menunjukkan amarah, sedangkan mata
Farah melukiskan tanda tanya besar.
“Kakak kenapa? Kok gitu kali.
Gausah kaku kaku kali kak. Ntar, cepat tua.” Farah mencoba mencairkan suasana.
Namun…
“Gak apa. Lebih cepat lebih baik
kan.” Choki langsung pergi meninggalkan Farah. Notes Choki terjatuh di depan
kelas Farah. Di tempat pemberian hape itu tepatnya. Farah langsung mengambil
notes itu tapi nggak langsung membukanya.
“Ya ampun, ini ada sms. Pasti kak
Choki baca ini tadi. Tapi kenapa harus marah dia ya?” benaknya dalam hati.
Farah pun kemudian membuka notes milik Choki. Matanya cepat membaca halaman-halaman
notes itu hingga akhirnya di menuju halaman terakhir. Halaman 27. “Ini diary
kak Choki…” Farah kemudian membacanya.
“Ini kayaknya baru tadi malam.
Tapi apa benar isinya? Kak Choki suka sama aku? Apa iya?” Farah bertanya-tanya.
Hatinya bergetar seakan merasakan cinta Choki. Jantungnya mengalirkan darah
sangat lancar sehingga dia bisa merasakannya. “Ya, ini cinta… Eh, berarti kak
Choki marah gara-gara ini.” Farah senang. Apakah Farah juga merasakan hal yang
dirasakan Choki? Namun, rasanya bersalah jika ia tak menjelaskan yang sebenarnya
kepada Choki. “Pulang sekolah nanti… Pasti.” ujarnya dalam hati.
****
“Sial. Gara-gara mikirin sms tadi
aku buyar waktu pelajaran tadi. Gak ada yang masuk dikitpun.” Choki menggerutu
seusai bel pulang sekolah dibunyikan. Rasa coklat itu nggak semuanya manis.
Terkadang ada coklat yang memiliki rasa pahit. Begitu juga hidup. Tidak semua
kehidupan itu indah. Pasti ada juga masalah yang dihadapi. Tapi coklat tetaplah
coklat. Dan hidup tetaplah hidup.
Choki berjalan menuju parkiran
sekolah. Namun ada yang mengejarnya…
“Kak Chokiii!!” Farah memanggil
Choki sambil berlari menuju Choki. Namun, Choki hanya berbalik sejenak kemudian
seakan acuh terhadap panggilan itu. Farah ingin mengejar Choki. Menjelaskan apa
yang terjadi. Akhirnya, terkejar dan..
“Kak, dengerin aku dulu. Please…
kakak jangan pulang dulu.” Farah memohon kembali seperti tadi pagi. Tapi kali
ini dia memohon dengan sangat sangat memohon.
Mereka duduk di tempat duduk
lapangan I. Farah menjelaskan bahwa, yang memberinya pesan itu adalah abangnya.
Dan, memang keluarga Farah memisahkan Farah dengan abangnya itu. Abang Farah
sangat sayang pada Farah, bahkan seringkali Farah bercerita pada abangnya itu.
Choki terdiam. Dia tercengang.
Akhirnya kecemburuan itu mengakibatkan pelajaran di sekolah nggak masuk di
otak. Padahal, itu hanya sebuah kesalahpahaman. Choki merasa bersalah. Namun
coklat itu sudah terlanjur menjadi masam. Rasanya segan untuk Choki meminta
maaf duluan.
“Aku.. (bersamaan)” mereka saling
pandang. “Kakak duluan deh.” Farah memberi Choki kesempatan duluan berbicara.
“Ehmmm… Kakak minta maaf ya farah.
Kakak udah nyangka Farah yang enggak-enggak. Kakak agak marah sama Farah karena
sms di hape Farah tadi pagi. Itu karena…” Choki mencoba melanjutkan.
“Karena kakak suka sama Farah kan?”
tanya Farah memastikan.
“Eh, Farah kok bisa tau?”
“Ini notes kakak kan? Lebih tepatnya
diary kakak kan?” Farah menunjukkan notes milik Choki.
“Farah dapat ini darimana?” tanya
Choki terheran-heran.
“Kan tadi kakak jatuhin di depan
kelas Farah.”
“Mana ada kakak jatuhin. Gak sengaja
tadi itu ya?” Choki memasang ekspresi yang agak lucu. Agak malu-malu.
“Hahahaha.” Farah pun tertawa lepas
karena kejadian itu. Dan, Choki ikut dalam tawa itu.
“Dear Diary….” Choki membacakan isi
diarynya tadi malam. Di depan Farah. Dan Farah mendengarnya dengan ekspresi
yang bahagia. Senang rasanya.
“Aku juga suka sama kakak…” Farah
menjawab demikian setelah Choki
membacakan isi diarynya. Ternyata hari Senin itu adalah tanggal 27
Februari. Angkanya sama seperti angka halaman pada notes Choki itu.
****
“Coklat
itu pun terasa manis di lidah. Dan enak rasanya di hati ini. Memang, coklat
punya bagian yang pahitnya. Tapi, semua bisa jadi manis kalau kita ingat
bagaimana rasa coklat itu sebenarnya. Cinta juga demikian. Ketika kita dihadapi
masalah, dan jika kita mengingat rasa cinta itu, maka masalah itu bukanlah
masalah lagi.” kata-kata itu adalah ditulis pada halaman selanjutnya di notes
Choki. Tertanda tanggal 27 Agustus 2012. “Oleh Mr.Chocolate untuk Farah.”
Komentar
Posting Komentar