My Tidy Room: Kebetulan atau Kebenaran
"Berbicara secara serentak, memesan menu yang sama, mengambil tisu di waktu yang bersamaan, warna yang sama. Apa cuma kebetulan?"
--
Weekend. Waktu yang paling dinanti nanti semua mahasiswa. Jelas saja, weekend adalah waktu paling tokcer untuk melepas penat kuliah selama 5 hari beruntun, menikmati waktu santai, bersama-sama sahabat, dan tentunya orang yang kita cintai...
"Ze, aku mau makan nih. Ikut?" Lolo mengajak Ze untuk makan. Kencan maksudnya
"Mau dong. Yang lain ikut kan?"
"Um.. Andi gak bisa Ze, soalnya ada kerjaan katanya. Kalo putri... Juga gak bisa karena ada tugas katanya..." "Tanya aja belum, udah jawab mereka sibuk aja"
"Jadi kita berdua aja lo?"
"Iya ze. Sekalian ada yang mau aku omongin hehe."
"Emang gak bisa lewat telfon? Harus ya ketemu akyu"
*glek* "Ya, gitu deh ze he...he...he"
"Kaku amat lo. Yaudah yuk pergi. Jemput aku yaa"
Setelah ribuan putaran roda motor kemudian... Mereka sampai ke suatu tempat makan yang cukup fancy dan cozy walaupun bukan semewah restoran. Mereka turun dari kendaraan, dan berjalan menuju meja mereka.
"Lo?"
"Iya ze?"
"Tau kan kalo aku punya pacar?" Ze duduk di kursinya, di seberang kursi Lolo berbataskan sebuah meja makan.
"Iya ze. Tau kok."
"Pacarku itu orangnya cemburuan loh. Kalo dia tau aku jalan sama kamu gimana yaa..."
*glek* Lolo menunjukkan tanda-tanda kepanikan. Bicaranya juga gelagapan.
"Becanda kali Lo. Gausah tegang gitu. Kan kita sahabatan. Masa gaboleh berdua gini hahaha." Ze tertawa sendiri melihat tingkah Lolo yang panik gak karuan itu. Ditambah lagi...
"Ze, jangan ketawa dong. Ntar aku makin cinta...."
"Mas, pesan dong." Ze memanggil pelayan cafe itu
"Iya mbak, mas, pesanannya apa ya?" Pelayan mengambil sebuah catatan kecil dengan pena ditangannya
"Nasi gorengnya satu."
"Nasi gorengnya satu."
Mereka saling tatap, dan tersenyum. "Anu, yang spesial atau yang biasa?"
"Spesial satu."
"Spesial satu."
"Ih, lo, jangan ikut ikut deh."
"Iya iya aku ganti pesanannya. Mas, pesan..."
"Gausah lo. Gak apa apa kok. Serius amat hahaha." Tertawa lagi...
"Serasi amat sih mbak, mas. Minumnya apa?
"Jus jeruk aja, mas."
"Jus jeruk aja, mas."
"Kan sama lagi... Yang awet ya mas, mbak, pacarannya." Pelayan tersebut meeninggalkan Lolo dan Ze menyiapkan pesanan mereka
Sama sama tersipu malu, sama sama grogi, sama sama diam. Dan...
"Eh?"
"Yaudah deh, duluan aja Ze. Tuh, banyak keringatmu. Nih tisunya."
"Um, iya lo."
Setelah sepiring nasi goreng dan segelas jus kemudian... (Bukannya dua ya?)
Mereka beranjak dari tempat duduk dan berjalan menuju parkiran.
"Duh, maaf ya dek." Ze tidak sengaja menabrak anak kecil. Ze tersenyum seakan berkata, gapapa kok.
"Jadi lo, mau ngomong apa? Katanya tadi ada yang mau diomongin..."
"Eh, itu... Gak jadi deh ze." Lolo menjawab seperti itu. "Aku tau ze udah punya pacar. Udah 3 tahun pula. Mana mungkin aku nyatain sekarang. Aku gak segila itu lah."
"Aduh, maaf dek ya gak sengaja." Giliran Lolo yang kali ini menabrak anak kecil.
"Kan ngelamun gitu. Gak usah ngelamun gitu lo. Ntar kesambet baru tau lho."
"Kebetulan. Dunia ini penuh dengan kebetulan. Tidak. Tuhan tidak menjadikan sesuatu kejadian dengan cara kebetulan. Ini tentang hidup. Hukum sebab-akibat berlaku. Ini sebuah kebenaran. Kebenaran bahwa mungkin aku ditakdirkan bersama dia. Atau tidak sama sekali... Biarkan aku menunggu sesaat lagi, sampai kapan hati ini mampu bertahan..."
"Lo?"
"Iya ze?"
"Kalo kamu udah nikah pengen punya berapa anak?"
"..."
"Berapapun jumlahnya tetap anak kan, ze?" Jawab Lolo seraya tersenyum. Namun dalam hati, "Asalkan denganmu, aku mau punya anak berapapun, Ze. Itupun kalo mungkin."
-bersambung-
Komentar
Posting Komentar